Sabtu, 01 Juni 2013

My Love Story

          Ketika orang lain membicarakan tentang pasangan mereka atau pacar mereka, selalu saja ada perasaan dalam diriku yang membuatku merasa iri dengan mereka semua yang memiliki pasangan dan mampu mempertahankan hubungan mereka untuk waktu yang lama. Selama aku hidup, pertama kali pacaran adalah ketika kelas 1 SMP. Waktu itu aku merasakan cinta pada pandangan pertama kepada seorang gadis yang berasal dari kecamatan yang berbeda denganku. Dia begitu memikat hatiku karena dengan kecerdasan dan keberanian yang dia miliki, dia berani untuk sekolah di tempat yang jauh dari rumahnya. Aku hanya merasakan pacaran dengannya hanya dalam waktu yang sangat singkat yaitu hanya seminggu. Tetapi dalam waktu yang singkat itu juga telah memberikan kesan yang hebat dalam kehidupanku. Setiap hari minggu aku selalu berkunjung ke rumahnya yang berjarak sekitar 10 kilometer dari rumahku dengan mengendarai sepeda kesayanganku. Aku rela mengayuh sepeda sejauh itu dengan menempuh jalur yang tidak mudah karena harus melewati persawahan yang luas dan panas. Setelah begitu besar pengorbanan yang aku berikan kepadanya, akhirnya tepat seminggu pacaran, kami memutuskan untuk bubar barisan. Sejak saat itu, aku tidak pernah merasakan pacaran lagi hingga aku kuliah.

          Selama jarak antara aku SMP hingga lulus SMA, aku sering jatuh cinta tapi tidak pernah ada yang berujung dengan pacaran. Mungkin inilah salah satu tugas perkembangan secara psikologis yang terlambat untuk kulalui. Sehingga, aku sendiri merasa ingin sekali disayangi dan dicintai. Ketika di SMA, aku benar-benar suka dengan seorang cewek yang wajahnya mirip dengan mantanku ketika SMP. Namun, aku tak seberuntung waktu itu. Aku tak bisa menjadikannya pacarku. Memang ketika aku di SMA lebih banyak terkonsentrasi seluruh pikiran dan tenagaku untuk kegiatan organisasi. Aku lebih memilih untuk aktif di OSIS. Memang aku memulai kegiatanku di OSIS sejak kelas X. waktu itu aku diminta untuk mencalonkan diri sebagai ketua OSIS. Ketika pemilihan umum aku hanya mampu meraih suara terbanyak ketiga, sehingga aku hanya menjadi wakil ketua OSIS saja. Ya itu adalah yang tidak buruk, karena dari jabatan itu juga aku belajar organisasi secara lebih mendalam. Ketika berada di OSIS, aku banyak terpikat pada teman di OSIS karena mulai mengetahui bagaimana mereka bekerja dan bagaimana sifat mereka yang sebenarnya. Ketika MOS, aku mulai jatuh cinta lagi pada adik kelas. Namun, semuanya berakhir sama seperti sebelum-sebelumnya yaitu bertepuk sebelah tangan.
          Kekecewaan demi kekecewaan aku alami dalam menjalani kisah cintaku. Semua kekecewaan itu aku lampiaskan pada setiap urusan organisasi dengan cara konsen secara penuh pada setiap kegiatan organisasi. Memang itu terlihat positif, tapi ada suatu kekurangan yang aku rasakan dalam diri ini. Rasa iri selalu muncul ketika melihat teman-teman di OSIS bisa menggandeng pacarnya pada setiap kegiatan OSIS. Aku hanya bisa bersabar saja agar suatu saat nanti mendapatkan yang terbaik disaat yang tepat pula. Setiap kegiatan OSIS aku jalani dengan sepenuh hati dan tanpa ada rasa lelah dan menyerah. Pada saat aku berasa di kelas XI, aku kembali diminta untuk masuk ke bursa pencalonan ketua OSIS. Kembali aku kalah dalam pemilihan tersebut dan hanya menempati kursi sebagai wakil ketua OSIS lagi. Jabatan itu aku pegang tidaklah lama, karena selama masa jabatanku yang kedua ini, terjadi dua kali resufle kabinet OSIS. Ketika itu, sekretaris mengundurkan diri karena memilih untuk pindah sekolah dan kembali ke sekolah di yayasannya dulu. Kemudian saat masa bakti baru berjalan Empat bulan, ketua umum juga mengundurkan diri dan memilih pindah ke sekolah lain yang lebih favorit dibandingkan sekolahku. Akhirnya aku naik jabatan sebagai ketua OSIS untuk masa bakti tersebut sampai di akhir kepengurusan.
          Kegiatan demi kegiatan aku jalani bersama dengan teman-teman di OSIS dengan penuh rasa suka cita dan penuh keikhlasan. Aku tidak peduli dengan statusku yang masih jomblo untuk waktu yang lama. Aku hanya dapat menikmati setiap statusku tersebut dengan penuh kebanggaan karena aku dapat berkonsentrasi dengan kegiatanku di OSIS dan dapat jauh lebih fokus dibandingkan dengan teman-teman yang lainnya. Karena konsentrasiku hanya pada sekolah dan organisasi, tanpa ada kontaminasi silang dari unsur luar yang mengganggu kegiatanku. Meskipun dengan kemampuan Matematika dan hitung-hitungan yang sangat pas-pasan bahkan kurang, aku dapat bertahan dengan kondisi tersebut hingga akhir masa sekolahku. Dengan status sebagai ketua OSIS bukan berarti diriku dapat memperoleh nilai yang selalu bagus dan diatas rata-rata. Nilai mata pelajaran Matematika dan Fisika selalu dibawah standar an bahkan tidak jarang untuk remedial. Terutama untuk mata pelajaran Matematika, aku selalu masuk orang pertama yang akan melakukan remedial. Itulah kekurangan dari diriku, tetapi untuk bidang yang membutuhkan hafalan, aku yang mendapatkan nilai tertinggi karena itu adalah bidang yang sesuai dengan kemampuanku.
          Masa jabatan di OSIS harus aku akhiri saat aku masuk kelas XII dan Alhamdulillah banyak prestasi yang dapat dicatatkan dalam kepengurusanku tersebut. Antara lain mulai menerbitkan majalah sekolah, banyak kegiatan ekstrakurikuler yang menjadi andalan sekolah karena proses penjaringan juara sudah dimulai sejak awal-awal masuk sekolah, OSIS angkatanku juga mampu menyisihkan uang kas dalam jumlah yang paling besar dalam sejarah berdirinya OSIS di sekolahku. Aku mampu mempertahankan organisasi itu agar berjalan hingga akhir masa jabatan dengan berbagai prestasi. Banyak cerita tentang diriku yang selalu bertepuk sebelah tangan ketika menyatakan cinta kepada seorang wanita yang aku cintai. Mungkin inilah yang selalu membuatku lebih terlihat seperti playboy, padahal aku sendiri tidak pernah mempermainkan perasaan cewek. Mungkin mereka melihat diriku begitu mudah mengungkapkan perasaanku kepada wanita yang aku sukai. Ini adalah akibat dari kebingunganku atas rasa yang aku rasakan. Aku tak mampu membedakan dengan jelas mana cinta yang sesungguhnya dan mana yang hanya perasaan kagum atau suka pada lawan jenis. Aku sendiri tak pernah belajar bagaimana menjalin hubungan yang baik dengan lawan jenis selain hubungan pertemanan semata.
          Kisah kasih di sekolah aku akhiri dengan lagi-lagi harus mengatakan pada semuanya bahwa aku masih setia pada kejombloanku. Awal-awal menjalani perkuliahan di perguruan tinggi, aku banyak berkenalan dengan berbagai wanita dari berbagai daerah. Akupun dengan mudahnya mengatakan perasaan suka pada beberapa wanita. Ini semua terjadi karena aku masih bingung dengan perasaan yang aku alami. Aku tak mampu membedakan perasaan yang datang kepadaku dengan begitu bertubi-tubi.  Baru setelah satu semester menjalani perkuliahan aku mengakhiri masa jombloku yang berkepanjangan. Paling tidak untuk beberapa saat. Karena akupun hanya menjalani kisah cinta tak lebih dari dua minggu. Itu semua terjadi karena aku menjalani hubungan jarak jauh dan terkendala berbagai faktor yang justru jadi penghambat ketika aku menjalin suatu hubungan. Apalagi saat itu aku tahu bahwa kekasih yang aku cintai tak lagi sempurna seperti dulu lagi. Banyak kekhawatiran yang muncul ketika aku menjalin hubungan tersebut. Dengan berat hati aku mengakhiri hubungan yang singkat tersebut tanpa hasil apa-apa dan hanya memperpanjang daftar mantan saja. Satu semester memilih untuk menjalani hidup dalam kesendirian dan lebih konsentrasi pada kuliah. Semester selanjutnya aku mencoba menjalin hubungan lagi dengan cewek satu daerah yang aku kenal menlalui pertemanan di dunia maya yang dikenalkan oleh temanku sejak TK. Akupun menjalani hubungan tersebut hanya tiga minggu saja. Memang tidak pernah lama aku menjalani suatu hubungan. Itupun aku sudah bersusah payah dalam menjalin hubungan dan mencoba untuk mempertahankannya. Entah apa yang salah dari diriku ini, tapi setiap kali aku menjalin hubungan tak pernah dapat bertahan lama.
          Akhirnya aku putuskan untuk menjadi jomblo jauh lebih lama lagi. Aku menjomblo sampai hampir satu tahun. Sampai pada akhirnya saat bulan April aku menjalin hubungan dengan cewek yang pernah menjadi teman kursusku Bahasa Inggris dulu ketika di kampung. Namun, lagi-lagi tak dapat bertahan lama karena aku harus dikecewakan dengan hadirnya orang ketiga dalam hubungan tersebut. Cukup membuatku kecewa dan sakit hati memang. Tapi itu tak lama, karena selang beberapa minggu kemudian aku menemukan penggantinya yang aku harap dapat menjadi penawar kepedihan yang aku rasakan kala itu. Dia adalah wanita yang istimewa menurutku, tidak hanya dari segi keluarganya, tetapi juga dari segi kepribadiannya yang membuatku terpikat. Dia wanita satu jurusan tapi berbeda kampus. Aku sendiri baru bertemu dengannya ketika aku mengikuti kegiatan suatu organisasi di Bandung akhir Juni hingga awal Juli. Di Bandung aku bertemu dengan wanita yang telah mengisi hatiku,  meski ada perasaan antara yakin atau tidak dengan dia. Sampai akhirnya aku putuskan untuk mempertahankan hubungan tersebut dengannya. Dia adalah wanita yang mengajarkanku bagaimana menjadi manusia yang dewasa dan mau serta mampu memperjuangkan sesuatu hingga aku dapat memperolehnya. Sebelum dia kembali ke Surabaya, dia mampir terlebih dahulu ke Jakarta. Sehingga aku bisa bertemu dengannya dan menghabiskan waktu lebih lama walau hanya sesaat. Mungkin dia masih belum yang terbaik untukku, pada bulan Agustus awal, ada seorang laki-laki yang mengirimiku pesan agar menjauhi kekasihku. Karena dia bilang pada bulan desember mereka akan menikah. Sangat menyakitkan memang ketika aku menerima kabar seperti itu. Aku meminta klarifikasi dari wanita yang hingga kini masih aku sayangi itu agar dia mau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dengan perasaan yang sangat sakit dan perih, aku terima alasan dia untuk meninggalkanku. Meskipun dia masih belum menikah sampai saat ini, karena dia membuat cerita itu untuk memutuskanku. Memang sadis dan tega, tapi itulah yang aku alami dan aku ambil hikmahnya dari setiap pengalaman kehidupanku.
          Pertengahan Bulan Agustus, aku mencoba lagi untuk menjalin hubungan dengan tetanggaku sendiri yang tak pernah aku temui. Dulu dia adik kelasku ketika SD, tapi akupun tak pernah melihatnya. Dialah wanita yang paling lama mengisi hatiku. Kami menjalani hubungan sampai bulan desember akhir. Cukup banyak yang dilalui aku dengannya, tapi itu semua seolah hanya pelampiasaan dari semua kekecewaanku dan rasa sakit yang pernah aku alami sebelumnya. Aku merasakan cinta yang dangkal karena mungkin orangtuanya dan orangtuaku juga tak saling setuju dengan hubungan yang aku jalani ini. Dia memilih untuk memutuskan hubungan ini ketika aku hendak pergi ke Makassar untuk kegiatan organisasi. Seolah ini menjadi sebuah pertanda bahwa aku harus lebih konsentrasi pada hal-hal positif yang dapat bermanfaat bagi kehidupanku nantinya. Sepulang dari Makassar, aku memilih untuk menjomblo lagi. Memang perasaan cinta itu datang silih berganti, entah hanya perasaan kagum saja atau benar-benar rasa cinta.
          Bulan Januari ketika liburan semester tiba, aku memilih untuk pulang ke kampung halaman. Selama aku berada di kampung halaman, aku mencoba untuk menumbuhkan kembali rasa cintaku pada lawan jenis. Akhirnya aku memulai untuk menjalani kembali hubungan dengan Laily, mantan pacarku yang kuliah di Malang. Namun, dia menjalin hubungan denganku adalah untuk membalaskan dendam terhadapku. Memang waktu itu aku memutuskannya dengan cara yang kasar karena aku sudah tak tahu lagi harus bagaimana. Banyak tekanan yang aku terima dari berbagai pihak, sehingga aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengannya waktu itu. Hanya satu minggu setelah hati jadianku di bulan Januari, dia memutuskan diriku dengan cara yang tak kalah menyakitkan kepadaku. Biarkan saja dia mau berbuat apa kepadaku, asalkan dia sudah mlampiaskan kekesalannya kepadaku. Sejak saat itu, aku memilih untuk menjomblo. Memang selama hampir setahun aku menjomblo. Tanggal 8 Desember 2012 aku menjalin hubungan yang ketiga kalinya dengan Laily. Memang aku putus nyambung dengan dia, tapi kali ini berusaha agar hubungan ini dapat berjalan lebih lama dibandingkan sebelum-sebelumnya. Sebulan kami lalui kisah cinta kami antara Jakarta-Malang, memang LDR adalah pilihan kami berdua. Kami berusaha menjaga hubungan ini agar tetap berlanjut hingga jenjang selanjutnya. Namun, tanggal 20 Januari 2013, Laily minta putus dariku. Dia bilang ingin introspeksi diri dulu. Dia juga bilang kalau ibunya tidak akan setuju dengan hubungan yang kami jalani, padahal dia sendiri tidak pernah bilang ke ibunya terkait dengan hubungan yang kami jalani. Dia mengambil keputusan secara sepihak. Dia juga marah-marah kepadaku karena permintaannya untuk putus hubungan denganku tak kunjung aku setujui, karena aku sendiri masih ingin mempertahankan hubungan ini. Akupun akhirnya mengalah pada keadaan, dia dan aku akhirnya memilih untuk bubar barisan. Meskipun sudah outus, tapi aku masih terus berusaha untuk mendekatinya agar mau kembali padaku., salah satu pendekatan yang aku lakukan adalah melalui keluarganya, aku bercerita terkait hubunganku dengan Laily. Ketika Laily tahu aku menghubungi kakaknya yang tinggal di Bali, dia marah-marah pada diriku. Aku baru tahu selama ini Laily selalu menyembunyikan hubungannya dengan laki-laki dari keluarganya karena dia takut diketahui memiliki pacar oleh keluarganya. Padahal keluarganya tidak mempermasalahkannya, tetapi justru dia yang mempermasalahkan hal itu. Dia lebih memilih menyakiti hati laki-laki dibandingkan tahu apa yang sebenarnya terjadi jika keluarganya tahu dia memiliki pacar.
          Meskipun aku menjalin hubungan dengan berbagai wanita, tetap saja hatiku tak mampu untuk berpaling dari satu wanita. Wanita itu adalah Rizka Ari Satriani atau biasanya dipanggil Rizka, tapi aku lebih suka memanggilnya Riani. Dia adalah wanita yang sudah menyakitiku dengan mengatakan akan menikah dengan laki-laki lain, padahal dia mengarang cerita itu agar dapat berpaling dariku. Aku masih menyimpan rasa kepadanya meskipun dia telah menyakitiku dengan tindakannya yang mengatakan akan segera menikah. Aku menyadari bahwa diriku memang tak sepadan dengan Riani. Dia anak seorang Haji dan seluruh anggota keluarganya juga sudah pergi haji semua. Bahkan kegiatan umroh sendiri baginya adalah kegiatan yang sangat mudah untuk dilakukan. Dia juga sering pergi ke luar negeri untuk berbagai kegiatan, sementara diriku, jangankan untuk pergi haji atau ke luar negeri, untuk makan saja harus mencari dengan susah payah. Perbedaan kasta inilah yang membuat orangtuaku kuatir jika nanti aku tak mampu bersanding dengan Riani karena jurang yang begitu lebar memisahkanku dengannya. Tapi, aku terus berusaha meyakinkan orangtuaku bahwa aku mampu dan bisa bersanding dengan Riani karena aku mampu memenuhi persyaratan yang diajukan oleh Riani dan keluarganya. Meskipun sampai saat ini aku masih belum ada niatan untuk memulai memenuhi persyaratannya. Persyaratannya adalah hafal Al Quran. Aku berusaha mempersembahkan yang terbaik untuknya. Aku mulai dengan menghafal surat-surat pendek terlebih dahulu. Itupun tidak aku lakukan setiap hari. Memang harus berusaha lebih keras lagi untuk dapat bersanding dengannya.

          Riani pernah membuat diriku menangis saat dia akan dinikahi laki-laki lain, meskipun itu hanya cerita bohong semata. Aku tunjukkan keikhlasanku untuk mencintainya, aku berusaha selalu ada ketika dia membutuhkan, meskipun aku dan dia berada di tempat yang terpisah jauh, dia di Surabaya aku di Jakarta. Saat dia sakit, aku berusaha untuk memperhatikannya, saat dia sedih atau sedang tersakiti oleh sahabatnya sendiri, aku berusaha agar dia tak lagi sedih. Ketika dia mengalami kebuntuan untuk menyelesaikan skripsinya, aku menawarkan diri untuk membantunya. Aku berusaha membimbingnya agar dia tercerahkan saat memulai untuk menyelesaikan pendidikannya. Saat dia kebingungan mencari informasi mengenai studi lanjutan konseling di luar negeri, aku dengan senang hati membantunya mencari info-info yang dia butuhkan. Aku melakukannya dengan senang hati karena aku sendiri merasa bahwa yang aku lakukan ini semata-mata karena rasa sayangku padanya saja. Tidak lebih dari itu. Aku tak berharap dia membalas cintaku lagi, karena yang aku harapkan adalah dia mengetahui bahwa aku masih memiliki rasa kepadanya. Aku tidak berharap lebih, karena aku takut ketika nanti aku tak mampu mendapatkan cintanya, aku menjadi tersakiti lagi. Aku berusaha untuk lebih intensif lagi dalam menghubunginya dan selalu memperhatikan perkembangan dia melalui jejaring sosial. Karena hanya itu yang dapat aku lakukan.
          Ketika Riani sakit dan dirawat di rumah sakit, aku hanya bisa mendoakannya dari jauh karena aku tak ada uang untuk pergi ke Surabaya. Riani sendiri bukan tipikal orang yang terbuka, sehingga dia berusaha menutupi apapun yang terjadi padanya. Sempat aku merasa senang karena Riani meneleponku walau hanya sesaat untuk menanyakan kabarku. Waktu itu aku hanya mengirimkan sms berupa emoticon :’( :’( atau dapat diartikan sebagai tangisan. Karena waktu itu aku sedang lelah secara fisik dan psikis. Dia meneleponku untuk memberikan semangat kepadaku, itu adalah telepon pertamaku darinya selama aku mengenalnya. Karena aku sendiri mengenalnya pada bulan Mei 2011 ketika temanku yang menjadi Ketua Bem di FIP Unesa memberikan nomor telepon Riani sebagai delegasi untuk kegiatan organisasi yang akan diadakan di Bandung waktu itu. Riani bertanya kepadaku sudah punya pacar atau belum, kemudian aku jawab kalau aku masih belum memiliki pacar. Sejak saat itulah aku menjalin hubungan singkatku dengan Riani. Pernah waktu itu dia mempir ke Jakarta setelah kegiatan di Bandung selesai, akupun menemuinya yang waktu itu berada di Ancol untuk berlibur. Aku minta dia untuk menungguku disana, sepulang kuliah aku langsung pergi menuju Ancol untuk bertemu dengannya. Hari itu merupakan hari terindah yang pernah aku rasakan.
          Ketika aku sampai di Ancol, aku kebingungan karena tempat yang aku tuju dan yang dia maksud berbeda. Akhirnya aku bertemu dengan Riani setelah setengah jam berputar-putar di tepi pantai untuk mencarinya. Ketika bertemu dengannya, aku langsung diajak naik ke dalam mobil Dinas milik pamannya yang Dinas di Angkatan Laut. Aku dan dua orang temannya diajak untuk bertemu dengan ibu dari sahabatnya yang berasal dari satu daerah denganku di daerah Mangga Dua. Disana kami sempat makan es krim sambil menunggu ibu sang sahabat datang. Ternyata, tempat kami menunggu dan tempat berbelanja yang dimaksud ibunya Indah sahabat Riani. Akhrinya kami memutuskan untuk mencari Ibunya Indah di tempat perbelanjaan lainnya. Karena waktu itu sudah masuk waktu makan siang, aku dan Jalu teman laki-laki Riani diminta untuk pergi membeli makanan, sementara Riani dan Indah menemui Ibunya Indah dan berbelanja juga. Memang kami membeli makanan di Mangga Dua, tetapi makanan itu baru kami makan ketika kami berada di Monas. Karena mereka ingin menikmati suasana sekitar Monas, kebetulan tempat Riani menginap tidak jauh dari Monas. Setelah kami selesai makan, kemudian kami semua menuju hotel untuk beristirahat. Memang ada dua kamar yang dipesan oleh pamannya Riani, sehingga kami beristirahat di kamar yang sudah disediakan. Aku menghabiskan waktu bersama mereka untuk ngobrol-ngobrol sampai sekitar jam Sembilan malam. Akupun memutuskan untuk pulang karena esok harinya aku harus kembali kuliah. Riani menawarkan kepadaku agar aku menginap saja di hotel. Tetapi aku bersikeras untuk pulang, karena selain tidak membawa baju ganti, aku juga tidak ijin kepada sepupuku kalau aku mau menginap di tempat lain. Itu adalah pertemuan terakhirku dengan Riani, sampai saat ini aku tidak pernah bertemu dengannya. Aku hanya bisa sms kepadanya saja.
          Pada akhir Desember 2012, ketika dia kebingungan untuk mencari inspirasi mengenai skripsinya, aku tawarkan untuk membantunya memulai menulis. Aku berusaha untuk membuka pikirannya mengenai bagaimana dan apa saja yang harus dia tuliskan. Waktu itu dia sudah mulai mendapatkan inspirasi untuk menulis, akupun menawarkan kepadanya untuk datang ke Jakarta agar dapat melakukan pembandingan dan sekaligus studi awal untuk skripsinya. Awalnya dia menyatakan akan berangkat ke Jakarta setelah mendapatkan ijin dari Sang Ayah. Akan tetapi, ayah Riani ketika itu askit dan tidak bisa ditinggal pergi jauh, itulah alasan yang dia berikan sehingga membatalkan rencananya ke Jakarta. Kesempatan untuk bertemu dengan Riani sirna sudah, karena aku tak pernah tahu kapan aku akan dapat bertemu dengannya lagi.

          Kata-kata yang pernah Riani kirimkan kepadaku dan yang tak akan pernah dapat aku lupakan adalah, simpan saja rasa cintamu kepadaku dan semua perasaanmu itu. Karena aku tak akan menjalin hubungan lagi, yang aku inginkan adalah menikah, biarkan cinta itu yang membawamu kepadaku dan jika memang engkau adalah pendamping hidupku, nanti kita pasti akan bersatu tanpa harus menjalani masa pacaran terlebih dahulu. Lebih baik kita menjalani pacaran setelah kau halal bagiku. Biarkan Sang Pencipta menentukan yang terbaik untuk kita, bukan yang terbaik menurut kita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar