Ketika orang lain membicarakan tentang
pasangan mereka atau pacar mereka, selalu saja ada perasaan dalam diriku yang
membuatku merasa iri dengan mereka semua yang memiliki pasangan dan mampu
mempertahankan hubungan mereka untuk waktu yang lama. Selama aku hidup, pertama
kali pacaran adalah ketika kelas 1 SMP. Waktu itu aku merasakan cinta pada
pandangan pertama kepada seorang gadis yang berasal dari kecamatan yang berbeda
denganku. Dia begitu memikat hatiku karena dengan kecerdasan dan keberanian
yang dia miliki, dia berani untuk sekolah di tempat yang jauh dari rumahnya. Aku
hanya merasakan pacaran dengannya hanya dalam waktu yang sangat singkat yaitu
hanya seminggu. Tetapi dalam waktu yang singkat itu juga telah memberikan kesan
yang hebat dalam kehidupanku. Setiap hari minggu aku selalu berkunjung ke
rumahnya yang berjarak sekitar 10 kilometer dari rumahku dengan mengendarai
sepeda kesayanganku. Aku rela mengayuh sepeda sejauh itu dengan menempuh jalur
yang tidak mudah karena harus melewati persawahan yang luas dan panas. Setelah
begitu besar pengorbanan yang aku berikan kepadanya, akhirnya tepat seminggu
pacaran, kami memutuskan untuk bubar barisan. Sejak saat itu, aku tidak pernah
merasakan pacaran lagi hingga aku kuliah.
Selama jarak antara aku SMP hingga
lulus SMA, aku sering jatuh cinta tapi tidak pernah ada yang berujung dengan
pacaran. Mungkin inilah salah satu tugas perkembangan secara psikologis yang
terlambat untuk kulalui. Sehingga, aku sendiri merasa ingin sekali disayangi
dan dicintai. Ketika di SMA, aku benar-benar suka dengan seorang cewek yang
wajahnya mirip dengan mantanku ketika SMP. Namun, aku tak seberuntung waktu
itu. Aku tak bisa menjadikannya pacarku. Memang ketika aku di SMA lebih banyak
terkonsentrasi seluruh pikiran dan tenagaku untuk kegiatan organisasi. Aku
lebih memilih untuk aktif di OSIS. Memang aku memulai kegiatanku di OSIS sejak
kelas X. waktu itu aku diminta untuk mencalonkan diri sebagai ketua OSIS.
Ketika pemilihan umum aku hanya mampu meraih suara terbanyak ketiga, sehingga
aku hanya menjadi wakil ketua OSIS saja. Ya itu adalah yang tidak buruk, karena
dari jabatan itu juga aku belajar organisasi secara lebih mendalam. Ketika
berada di OSIS, aku banyak terpikat pada teman di OSIS karena mulai mengetahui
bagaimana mereka bekerja dan bagaimana sifat mereka yang sebenarnya. Ketika
MOS, aku mulai jatuh cinta lagi pada adik kelas. Namun, semuanya berakhir sama
seperti sebelum-sebelumnya yaitu bertepuk sebelah tangan.
Kekecewaan demi kekecewaan aku alami
dalam menjalani kisah cintaku. Semua kekecewaan itu aku lampiaskan pada setiap
urusan organisasi dengan cara konsen secara penuh pada setiap kegiatan
organisasi. Memang itu terlihat positif, tapi ada suatu kekurangan yang aku
rasakan dalam diri ini. Rasa iri selalu muncul ketika melihat teman-teman di
OSIS bisa menggandeng pacarnya pada setiap kegiatan OSIS. Aku hanya bisa
bersabar saja agar suatu saat nanti mendapatkan yang terbaik disaat yang tepat
pula. Setiap kegiatan OSIS aku jalani dengan sepenuh hati dan tanpa ada rasa
lelah dan menyerah. Pada saat aku berasa di kelas XI, aku kembali diminta untuk
masuk ke bursa pencalonan ketua OSIS. Kembali aku kalah dalam pemilihan
tersebut dan hanya menempati kursi sebagai wakil ketua OSIS lagi. Jabatan itu
aku pegang tidaklah lama, karena selama masa jabatanku yang kedua ini, terjadi
dua kali resufle kabinet OSIS. Ketika
itu, sekretaris mengundurkan diri karena memilih untuk pindah sekolah dan
kembali ke sekolah di yayasannya dulu. Kemudian saat masa bakti baru berjalan
Empat bulan, ketua umum juga mengundurkan diri dan memilih pindah ke sekolah
lain yang lebih favorit dibandingkan sekolahku. Akhirnya aku naik jabatan
sebagai ketua OSIS untuk masa bakti tersebut sampai di akhir kepengurusan.
Kegiatan demi kegiatan aku jalani
bersama dengan teman-teman di OSIS dengan penuh rasa suka cita dan penuh keikhlasan.
Aku tidak peduli dengan statusku yang masih jomblo untuk waktu yang lama. Aku
hanya dapat menikmati setiap statusku tersebut dengan penuh kebanggaan karena
aku dapat berkonsentrasi dengan kegiatanku di OSIS dan dapat jauh lebih fokus
dibandingkan dengan teman-teman yang lainnya. Karena konsentrasiku hanya pada
sekolah dan organisasi, tanpa ada kontaminasi silang dari unsur luar yang
mengganggu kegiatanku. Meskipun dengan kemampuan Matematika dan hitung-hitungan
yang sangat pas-pasan bahkan kurang, aku dapat bertahan dengan kondisi tersebut
hingga akhir masa sekolahku. Dengan status sebagai ketua OSIS bukan berarti
diriku dapat memperoleh nilai yang selalu bagus dan diatas rata-rata. Nilai
mata pelajaran Matematika dan Fisika selalu dibawah standar an bahkan tidak
jarang untuk remedial. Terutama untuk mata pelajaran Matematika, aku selalu
masuk orang pertama yang akan melakukan remedial. Itulah kekurangan dari
diriku, tetapi untuk bidang yang membutuhkan hafalan, aku yang mendapatkan
nilai tertinggi karena itu adalah bidang yang sesuai dengan kemampuanku.
Masa jabatan di OSIS harus aku akhiri
saat aku masuk kelas XII dan Alhamdulillah banyak prestasi yang dapat
dicatatkan dalam kepengurusanku tersebut. Antara lain mulai menerbitkan majalah
sekolah, banyak kegiatan ekstrakurikuler yang menjadi andalan sekolah karena
proses penjaringan juara sudah dimulai sejak awal-awal masuk sekolah, OSIS
angkatanku juga mampu menyisihkan uang kas dalam jumlah yang paling besar dalam
sejarah berdirinya OSIS di sekolahku. Aku mampu mempertahankan organisasi itu
agar berjalan hingga akhir masa jabatan dengan berbagai prestasi. Banyak cerita
tentang diriku yang selalu bertepuk sebelah tangan ketika menyatakan cinta
kepada seorang wanita yang aku cintai. Mungkin inilah yang selalu membuatku
lebih terlihat seperti playboy,
padahal aku sendiri tidak pernah mempermainkan perasaan cewek. Mungkin mereka
melihat diriku begitu mudah mengungkapkan perasaanku kepada wanita yang aku
sukai. Ini adalah akibat dari kebingunganku atas rasa yang aku rasakan. Aku tak
mampu membedakan dengan jelas mana cinta yang sesungguhnya dan mana yang hanya
perasaan kagum atau suka pada lawan jenis. Aku sendiri tak pernah belajar
bagaimana menjalin hubungan yang baik dengan lawan jenis selain hubungan pertemanan
semata.
Kisah kasih di sekolah aku akhiri
dengan lagi-lagi harus mengatakan pada semuanya bahwa aku masih setia pada
kejombloanku. Awal-awal menjalani perkuliahan di perguruan tinggi, aku banyak
berkenalan dengan berbagai wanita dari berbagai daerah. Akupun dengan mudahnya
mengatakan perasaan suka pada beberapa wanita. Ini semua terjadi karena aku
masih bingung dengan perasaan yang aku alami. Aku tak mampu membedakan perasaan
yang datang kepadaku dengan begitu bertubi-tubi. Baru setelah satu semester menjalani
perkuliahan aku mengakhiri masa jombloku yang berkepanjangan. Paling tidak
untuk beberapa saat. Karena akupun hanya menjalani kisah cinta tak lebih dari
dua minggu. Itu semua terjadi karena aku menjalani hubungan jarak jauh dan
terkendala berbagai faktor yang justru jadi penghambat ketika aku menjalin
suatu hubungan. Apalagi saat itu aku tahu bahwa kekasih yang aku cintai tak
lagi sempurna seperti dulu lagi. Banyak kekhawatiran yang muncul ketika aku
menjalin hubungan tersebut. Dengan berat hati aku mengakhiri hubungan yang
singkat tersebut tanpa hasil apa-apa dan hanya memperpanjang daftar mantan
saja. Satu semester memilih untuk menjalani hidup dalam kesendirian dan lebih
konsentrasi pada kuliah. Semester selanjutnya aku mencoba menjalin hubungan
lagi dengan cewek satu daerah yang aku kenal menlalui pertemanan di dunia maya
yang dikenalkan oleh temanku sejak TK. Akupun menjalani hubungan tersebut hanya
tiga minggu saja. Memang tidak pernah lama aku menjalani suatu hubungan. Itupun
aku sudah bersusah payah dalam menjalin hubungan dan mencoba untuk
mempertahankannya. Entah apa yang salah dari diriku ini, tapi setiap kali aku
menjalin hubungan tak pernah dapat bertahan lama.
Akhirnya aku putuskan untuk menjadi
jomblo jauh lebih lama lagi. Aku menjomblo sampai hampir satu tahun. Sampai
pada akhirnya saat bulan April aku menjalin hubungan dengan cewek yang pernah
menjadi teman kursusku Bahasa Inggris dulu ketika di kampung. Namun, lagi-lagi
tak dapat bertahan lama karena aku harus dikecewakan dengan hadirnya orang
ketiga dalam hubungan tersebut. Cukup membuatku kecewa dan sakit hati memang.
Tapi itu tak lama, karena selang beberapa minggu kemudian aku menemukan
penggantinya yang aku harap dapat menjadi penawar kepedihan yang aku rasakan
kala itu. Dia adalah wanita yang istimewa menurutku, tidak hanya dari segi
keluarganya, tetapi juga dari segi kepribadiannya yang membuatku terpikat. Dia
wanita satu jurusan tapi berbeda kampus. Aku sendiri baru bertemu dengannya
ketika aku mengikuti kegiatan suatu organisasi di Bandung akhir Juni hingga
awal Juli. Di Bandung aku bertemu dengan wanita yang telah mengisi hatiku, meski ada perasaan antara yakin atau tidak
dengan dia. Sampai akhirnya aku putuskan untuk mempertahankan hubungan tersebut
dengannya. Dia adalah wanita yang mengajarkanku bagaimana menjadi manusia yang
dewasa dan mau serta mampu memperjuangkan sesuatu hingga aku dapat
memperolehnya. Sebelum dia kembali ke Surabaya, dia mampir terlebih dahulu ke
Jakarta. Sehingga aku bisa bertemu dengannya dan menghabiskan waktu lebih lama
walau hanya sesaat. Mungkin dia masih belum yang terbaik untukku, pada bulan
Agustus awal, ada seorang laki-laki yang mengirimiku pesan agar menjauhi
kekasihku. Karena dia bilang pada bulan desember mereka akan menikah. Sangat
menyakitkan memang ketika aku menerima kabar seperti itu. Aku meminta
klarifikasi dari wanita yang hingga kini masih aku sayangi itu agar dia mau
menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dengan perasaan yang sangat sakit dan
perih, aku terima alasan dia untuk meninggalkanku. Meskipun dia masih belum
menikah sampai saat ini, karena dia membuat cerita itu untuk memutuskanku.
Memang sadis dan tega, tapi itulah yang aku alami dan aku ambil hikmahnya dari
setiap pengalaman kehidupanku.
Pertengahan Bulan Agustus, aku mencoba
lagi untuk menjalin hubungan dengan tetanggaku sendiri yang tak pernah aku
temui. Dulu dia adik kelasku ketika SD, tapi akupun tak pernah melihatnya.
Dialah wanita yang paling lama mengisi hatiku. Kami menjalani hubungan sampai
bulan desember akhir. Cukup banyak yang dilalui aku dengannya, tapi itu semua
seolah hanya pelampiasaan dari semua kekecewaanku dan rasa sakit yang pernah
aku alami sebelumnya. Aku merasakan cinta yang dangkal karena mungkin orangtuanya
dan orangtuaku juga tak saling setuju dengan hubungan yang aku jalani ini. Dia
memilih untuk memutuskan hubungan ini ketika aku hendak pergi ke Makassar untuk
kegiatan organisasi. Seolah ini menjadi sebuah pertanda bahwa aku harus lebih
konsentrasi pada hal-hal positif yang dapat bermanfaat bagi kehidupanku
nantinya. Sepulang dari Makassar, aku memilih untuk menjomblo lagi. Memang
perasaan cinta itu datang silih berganti, entah hanya perasaan kagum saja atau
benar-benar rasa cinta.
Bulan Januari ketika liburan semester
tiba, aku memilih untuk pulang ke kampung halaman. Selama aku berada di kampung
halaman, aku mencoba untuk menumbuhkan kembali rasa cintaku pada lawan jenis.
Akhirnya aku memulai untuk menjalani kembali hubungan dengan Laily, mantan
pacarku yang kuliah di Malang. Namun, dia menjalin hubungan denganku adalah
untuk membalaskan dendam terhadapku. Memang waktu itu aku memutuskannya dengan
cara yang kasar karena aku sudah tak tahu lagi harus bagaimana. Banyak tekanan yang
aku terima dari berbagai pihak, sehingga aku memutuskan untuk mengakhiri
hubungan dengannya waktu itu. Hanya satu minggu setelah hati jadianku di bulan
Januari, dia memutuskan diriku dengan cara yang tak kalah menyakitkan kepadaku.
Biarkan saja dia mau berbuat apa kepadaku, asalkan dia sudah mlampiaskan
kekesalannya kepadaku. Sejak saat itu, aku memilih untuk menjomblo. Memang
selama hampir setahun aku menjomblo. Tanggal 8 Desember 2012 aku menjalin
hubungan yang ketiga kalinya dengan Laily. Memang aku putus nyambung dengan
dia, tapi kali ini berusaha agar hubungan ini dapat berjalan lebih lama
dibandingkan sebelum-sebelumnya. Sebulan kami lalui kisah cinta kami antara
Jakarta-Malang, memang LDR adalah pilihan kami berdua. Kami berusaha menjaga
hubungan ini agar tetap berlanjut hingga jenjang selanjutnya. Namun, tanggal 20
Januari 2013, Laily minta putus dariku. Dia bilang ingin introspeksi diri dulu.
Dia juga bilang kalau ibunya tidak akan setuju dengan hubungan yang kami
jalani, padahal dia sendiri tidak pernah bilang ke ibunya terkait dengan
hubungan yang kami jalani. Dia mengambil keputusan secara sepihak. Dia juga
marah-marah kepadaku karena permintaannya untuk putus hubungan denganku tak
kunjung aku setujui, karena aku sendiri masih ingin mempertahankan hubungan
ini. Akupun akhirnya mengalah pada keadaan, dia dan aku akhirnya memilih untuk
bubar barisan. Meskipun sudah outus, tapi aku masih terus berusaha untuk
mendekatinya agar mau kembali padaku., salah satu pendekatan yang aku lakukan
adalah melalui keluarganya, aku bercerita terkait hubunganku dengan Laily.
Ketika Laily tahu aku menghubungi kakaknya yang tinggal di Bali, dia
marah-marah pada diriku. Aku baru tahu selama ini Laily selalu menyembunyikan
hubungannya dengan laki-laki dari keluarganya karena dia takut diketahui
memiliki pacar oleh keluarganya. Padahal keluarganya tidak mempermasalahkannya,
tetapi justru dia yang mempermasalahkan hal itu. Dia lebih memilih menyakiti
hati laki-laki dibandingkan tahu apa yang sebenarnya terjadi jika keluarganya
tahu dia memiliki pacar.
Meskipun aku menjalin hubungan dengan
berbagai wanita, tetap saja hatiku tak mampu untuk berpaling dari satu wanita.
Wanita itu adalah Rizka Ari Satriani atau biasanya dipanggil Rizka, tapi aku
lebih suka memanggilnya Riani. Dia adalah wanita yang sudah menyakitiku dengan
mengatakan akan menikah dengan laki-laki lain, padahal dia mengarang cerita itu
agar dapat berpaling dariku. Aku masih menyimpan rasa kepadanya meskipun dia
telah menyakitiku dengan tindakannya yang mengatakan akan segera menikah. Aku
menyadari bahwa diriku memang tak sepadan dengan Riani. Dia anak seorang Haji
dan seluruh anggota keluarganya juga sudah pergi haji semua. Bahkan kegiatan
umroh sendiri baginya adalah kegiatan yang sangat mudah untuk dilakukan. Dia
juga sering pergi ke luar negeri untuk berbagai kegiatan, sementara diriku,
jangankan untuk pergi haji atau ke luar negeri, untuk makan saja harus mencari
dengan susah payah. Perbedaan kasta inilah yang membuat orangtuaku kuatir jika
nanti aku tak mampu bersanding dengan Riani karena jurang yang begitu lebar
memisahkanku dengannya. Tapi, aku terus berusaha meyakinkan orangtuaku bahwa
aku mampu dan bisa bersanding dengan Riani karena aku mampu memenuhi
persyaratan yang diajukan oleh Riani dan keluarganya. Meskipun sampai saat ini
aku masih belum ada niatan untuk memulai memenuhi persyaratannya.
Persyaratannya adalah hafal Al Quran. Aku berusaha mempersembahkan yang terbaik
untuknya. Aku mulai dengan menghafal surat-surat pendek terlebih dahulu. Itupun
tidak aku lakukan setiap hari. Memang harus berusaha lebih keras lagi untuk
dapat bersanding dengannya.
Riani pernah membuat diriku
menangis saat dia akan dinikahi laki-laki lain, meskipun itu hanya cerita
bohong semata. Aku tunjukkan keikhlasanku untuk mencintainya, aku berusaha
selalu ada ketika dia membutuhkan, meskipun aku dan dia berada di tempat yang
terpisah jauh, dia di Surabaya aku di Jakarta. Saat dia sakit, aku berusaha
untuk memperhatikannya, saat dia sedih atau sedang tersakiti oleh sahabatnya
sendiri, aku berusaha agar dia tak lagi sedih. Ketika dia mengalami kebuntuan
untuk menyelesaikan skripsinya, aku menawarkan diri untuk membantunya. Aku
berusaha membimbingnya agar dia tercerahkan saat memulai untuk menyelesaikan
pendidikannya. Saat dia kebingungan mencari informasi mengenai studi lanjutan
konseling di luar negeri, aku dengan senang hati membantunya mencari info-info
yang dia butuhkan. Aku melakukannya dengan senang hati karena aku sendiri
merasa bahwa yang aku lakukan ini semata-mata karena rasa sayangku padanya
saja. Tidak lebih dari itu. Aku tak berharap dia membalas cintaku lagi, karena
yang aku harapkan adalah dia mengetahui bahwa aku masih memiliki rasa
kepadanya. Aku tidak berharap lebih, karena aku takut ketika nanti aku tak mampu
mendapatkan cintanya, aku menjadi tersakiti lagi. Aku berusaha untuk lebih
intensif lagi dalam menghubunginya dan selalu memperhatikan perkembangan dia
melalui jejaring sosial. Karena hanya itu yang dapat aku lakukan.
Ketika Riani sakit dan dirawat di
rumah sakit, aku hanya bisa mendoakannya dari jauh karena aku tak ada uang
untuk pergi ke Surabaya. Riani sendiri bukan tipikal orang yang terbuka,
sehingga dia berusaha menutupi apapun yang terjadi padanya. Sempat aku merasa
senang karena Riani meneleponku walau hanya sesaat untuk menanyakan kabarku.
Waktu itu aku hanya mengirimkan sms berupa emoticon
:’( :’( atau dapat diartikan sebagai tangisan. Karena waktu itu aku sedang
lelah secara fisik dan psikis. Dia meneleponku untuk memberikan semangat
kepadaku, itu adalah telepon pertamaku darinya selama aku mengenalnya. Karena
aku sendiri mengenalnya pada bulan Mei 2011 ketika temanku yang menjadi Ketua
Bem di FIP Unesa memberikan nomor telepon Riani sebagai delegasi untuk kegiatan
organisasi yang akan diadakan di Bandung waktu itu. Riani bertanya kepadaku
sudah punya pacar atau belum, kemudian aku jawab kalau aku masih belum memiliki
pacar. Sejak saat itulah aku menjalin hubungan singkatku dengan Riani. Pernah
waktu itu dia mempir ke Jakarta setelah kegiatan di Bandung selesai, akupun
menemuinya yang waktu itu berada di Ancol untuk berlibur. Aku minta dia untuk
menungguku disana, sepulang kuliah aku langsung pergi menuju Ancol untuk
bertemu dengannya. Hari itu merupakan hari terindah yang pernah aku rasakan.
Ketika aku sampai di Ancol, aku
kebingungan karena tempat yang aku tuju dan yang dia maksud berbeda. Akhirnya aku
bertemu dengan Riani setelah setengah jam berputar-putar di tepi pantai untuk
mencarinya. Ketika bertemu dengannya, aku langsung diajak naik ke dalam mobil
Dinas milik pamannya yang Dinas di Angkatan Laut. Aku dan dua orang temannya
diajak untuk bertemu dengan ibu dari sahabatnya yang berasal dari satu daerah
denganku di daerah Mangga Dua. Disana kami sempat makan es krim sambil menunggu
ibu sang sahabat datang. Ternyata, tempat kami menunggu dan tempat berbelanja yang
dimaksud ibunya Indah sahabat Riani. Akhrinya kami memutuskan untuk mencari
Ibunya Indah di tempat perbelanjaan lainnya. Karena waktu itu sudah masuk waktu
makan siang, aku dan Jalu teman laki-laki Riani diminta untuk pergi membeli
makanan, sementara Riani dan Indah menemui Ibunya Indah dan berbelanja juga.
Memang kami membeli makanan di Mangga Dua, tetapi makanan itu baru kami makan
ketika kami berada di Monas. Karena mereka ingin menikmati suasana sekitar
Monas, kebetulan tempat Riani menginap tidak jauh dari Monas. Setelah kami
selesai makan, kemudian kami semua menuju hotel untuk beristirahat. Memang ada
dua kamar yang dipesan oleh pamannya Riani, sehingga kami beristirahat di kamar
yang sudah disediakan. Aku menghabiskan waktu bersama mereka untuk
ngobrol-ngobrol sampai sekitar jam Sembilan malam. Akupun memutuskan untuk
pulang karena esok harinya aku harus kembali kuliah. Riani menawarkan kepadaku
agar aku menginap saja di hotel. Tetapi aku bersikeras untuk pulang, karena
selain tidak membawa baju ganti, aku juga tidak ijin kepada sepupuku kalau aku
mau menginap di tempat lain. Itu adalah pertemuan terakhirku dengan Riani,
sampai saat ini aku tidak pernah bertemu dengannya. Aku hanya bisa sms
kepadanya saja.
Pada akhir Desember 2012, ketika dia
kebingungan untuk mencari inspirasi mengenai skripsinya, aku tawarkan untuk
membantunya memulai menulis. Aku berusaha untuk membuka pikirannya mengenai
bagaimana dan apa saja yang harus dia tuliskan. Waktu itu dia sudah mulai
mendapatkan inspirasi untuk menulis, akupun menawarkan kepadanya untuk datang
ke Jakarta agar dapat melakukan pembandingan dan sekaligus studi awal untuk
skripsinya. Awalnya dia menyatakan akan berangkat ke Jakarta setelah
mendapatkan ijin dari Sang Ayah. Akan tetapi, ayah Riani ketika itu askit dan
tidak bisa ditinggal pergi jauh, itulah alasan yang dia berikan sehingga
membatalkan rencananya ke Jakarta. Kesempatan untuk bertemu dengan Riani sirna
sudah, karena aku tak pernah tahu kapan aku akan dapat bertemu dengannya lagi.
Kata-kata yang pernah Riani kirimkan
kepadaku dan yang tak akan pernah dapat aku lupakan adalah, simpan saja rasa
cintamu kepadaku dan semua perasaanmu itu. Karena aku tak akan menjalin
hubungan lagi, yang aku inginkan adalah menikah, biarkan cinta itu yang
membawamu kepadaku dan jika memang engkau adalah pendamping hidupku, nanti kita
pasti akan bersatu tanpa harus menjalani masa pacaran terlebih dahulu. Lebih
baik kita menjalani pacaran setelah kau halal bagiku. Biarkan Sang Pencipta menentukan
yang terbaik untuk kita, bukan yang terbaik menurut kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar