Hari ini, aku mau bercerita tentang sebuah kisah seorang pemuda yang terlahir dari kalangan sederhana. Ayahnya seorang pegawai negeri biasa yang bekerja tak kenal waktu, bahkan melebihi jam kerja pegawai pada umumnya. Sang Ibu kesehariannya mengurus rumah dan mendidik anak-anak di rumah. Pemuda ini sejak kecil telah dibiasakan disiplin dan bertanggung jawab atas semua yang dia kerjakan. Pemuda yang terlahir dan besar di sebuah daerah terpencil di pelosok sebelah barat Jawa Timur ini adalah pemuda yang tangguh, dia hidup dengan ditempa oleh lingkungan yang mengharuskannya menjadi pribadi yang kuat. Lingkungan sekitar tempat tinggal Si Pemuda ini didominasi oleh pendatang yang berprofesi sebagai guru di sekolah sekitar tempat pemuda itu tinggal. Awalnya, pemuda ini tak mau menjadi guru karena dia menganggap menjadi seorang guru tidak akan menghasilkan banyak uang untuk mengubah kehidupan keluarganya yang sangat sederhana.
Sejak kecil, pemuda ini terbiasa membantu ibunya di rumah untuk mengerjakan berbagai macam pekerjaan rumah dan tidak jarang, pemuda tersebut juga ikut menjajakan makanan yang ibunya buat untuk dijual. Ketika masih SD, demi mencukupi kebutuhannya dan adik-adiknya, dia tidak pernah malu untuk mengantarkan kripik singkong yang dibuat oleh orangtuanya ke sekolah-sekolah di sekitar rumahnya. Setiap pagi hari sebelum anak-anak sekolah berangkat, dia sudah harus berangkat terlebih dahulu untuk mengantarkan kripik singkong buatan ibunya ke pedagang yang ada di sekolah. Hasilnya memang tidak seberapa, paling tidak cukuplah untuk uang jajan pemuda ini beberapa hari. Terkadang hasil jualan tersebut ditukar dengan nasi kuning untuk sarapan dia dan adiknya.
Pemuda ini dikenal sangat ringan tangan dan suka menolong teman-teman atau bahkan menolong gurunya ketika membutuhkan bantuan. Dia sering diminta oleh gurunya untuk membantu mempersiapkan sekolah jika akan ada penilaian dari Kabupaten untuk perlombaan, hal ini tidak jarang membuatnya harus pulang lebih sore dibandingkan teman-temannya yang lain. Dia menjalani semua ini dengan penuh suka cita, meskipun tenaga yang dia keluarkan seharian hanya dibayar dengan sebuah nasi bungkus saja. Pemuda ini tetap menjalani kehidupannya dengan penuh semangat, sebuah keyakinan yang selalu terpatri kuat dalam dirinya bahwa apa yang dia usahakan hari ini tidak akan langsung membuahkan hasil saat itu juga. Dia suka menolong orang karena memang dia punya prinsip, jika dia membantu orang lain maka Tuhan tidak akan segan memberikan pertolongan kepadanya dari arah yang tidak pernah dia sangka datangnya.
Ketika memasuki jenjang SMP, pemuda ini masih menjalani kehidupannya yang sangat sederhana. Dia tidak mau merepotkan orangtuanya dengan meminta uang jajan lebih atau terkadang hanya cukup untuk membeli nasi bungkus di sekolah ketika dia belum sarapan dari rumah. Pemuda ini sering kali saat selesai belajar pada malam hari, dia keluar rumah untuk berkeliling di sekitar rumahnya, mencari orang-orang yang membutuhkan pijat. Kebetulan, pemuda ini memang memiliki bakat memijat, dia sendiri tidak pernah belajar memijat pada siapapun, tetapi dia bisa memijat dengan titik yang tepat. Hasil yang dia dapatkan dari hasil memijat tersebut tidak dia habiskan sekaligus, dia simpan dan dia gunakan untuk membayar SPP sekolahnya yang pada waktu itu masih sangat murah yaitu Rp 20.000,-. Uang 20 ribu bukanlah uang yang sedikit bagi pemuda ini, dia hanya diberikan uang saku Rp 1.000,- setiap harinya hingga dia lulus SMA. Uang saku tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya di sekolah yang terkadang haru fotokopi bahan-bahan pelajaran atau mungkin harus membayar iuran kas kelas. Pemuda ini selalu memutar otaknya dan tidak pernah malu menjalani setiap usaha untuk bisa menyambung kehidupan. Sejak kelas 2 SMP, dia membantu berjualan di koperasi siswa. Pekerjaan ini dia lakukan sampai lulus SMP. Dia membantu berjualan di koperasi tanpa mengharapkan imbalan ataupun upah sama sekali, dia ikhlas menjalani semua ini karena memang dia suka menolong orang. Pada waktu itu, koperasi siswa selalu ramai pada saat jam istirahat karena para siswa lebih suka membeli jajanan disana karena lebih banyak macamnya terutama dikarenakan terdapat banyak pilihan minuman dingin. Pemuda ini mendapatkan jatah untuk melayani pembeli yang ingin membeli minuman dingin, sehingga dia harus berdiri di depan mesin pendingin yang berisi air mineral dan berbagai minuman bersoda. Biasanya dia hanya diberikan upah berupa minuman dingin yang pecah atau robek sehingga tidak bisa dijual kepada pembeli, sehingga minuman tersebut bisa dia minum. Penjaga koperasi siswa ini sendiri hanya ada 2 orang, 1 perempuan yang memang ditugaskan di koperasi dan 1 orang guru laki-laki yang dengan sukarela membantu berjualan setiap jam istirahat tiba. Pemuda ini lebih banyak menghabiskan waktu istirahatnya di koperasi siswa untuk membantu berjualan disana.
Ketika dia sudah lulus SMP dan beranjak menjadi siswa SMA, pemuda ini masih tidak segan menjalani profesinya sebagai tukang pijat. Bahkan pernah ada sebuah kejadian yang unik, yaitu pada saat kepala sekolah memanggilnya ke ruangan. Pemuda ini merasa bingung karena selama ini dia merasa tidak pernah ada masalah serius dengan sekolah sehingga membuatnya dipanggil oleh kepala sekolah. Ternyata ketika dia masuk ke dalam ruangan kepala sekolah, dia diminta untuk memijat kepada sekolah karena sedang lelah dengan beban pekerjaan yang menumpuk. Kepala sekolah memberikan imbalan uang sejumlah sepuluh ribu rupiah, sebuah nominal yang setara dengan sepuluh hari uang saku dari orangtuanya. Uang tersebut dia simpan baik-baik, jika dia membutuhkan uang untuk membeli makanan, dia akan menggunakan uang yang dia simpan tersebut. Pemuda ini masih juga membantu berjualan di sekolah, tetapi bukan di koperasi siswa lagi seperti ketika dia SMP dulu, tetapi di kantin sekolah milik kepala tata usaha. Posisinya juga tidak jauh berbeda ketika dia masih SMP dulu, yaitu membuatkan minuman untuk pengunjung kantin dan terkadang dia membantu mencuci piring dan gelas. Hal ini dia lakukan untuk mendapatkan menu sarapan atau makan siang gratis dari pemilik kantin. Dia menjalani pekerjaan ini sampai dia lulus SMA. Meskipun dia menjalani berbagai profesi sekaligus, bukan berarti dia melupakan tanggung jawab utamanya sebagai pelajar. Dia tetap bisa memberikan prestasi dan selain itu, dia juga dipercaya sebagai ketua OSIS di sekolahnya. Meskipun dia menjadi seorang ketua OSIS, tetapi dia tidak pernah ragu untuk memberikan pertolongan kepada siapapun termasuk menolong ibu kantin kalau sudah tiba jam istirahat. Biasanya pemuda ini akan berlari dengan terburu-buru untuk menuju kantin dengan harapan belum banyak anak-anak yang datang untuk membeli makanan di kantin, sehingga dia bisa bersiap-siap di posisi.
Pemuda ini memiliki berbagai macam pekerjaan yang dia lakoni sejak SMP bahkan sampai jenjang perguruan tinggi juga masih dia lakukan. Akan tetapi, meskipun dia memiliki pekerjaan, tetapi hasil yang dia peroleh dari hasil bekerja tersebut masih belum bisa mencukupi kehidupannya sehari-hari. Karena sifat dari pekerjaan yang dia lakukan tidak setiap hari mendapatkan pekerjaan dan sistemnya juga dia tidak menerima upah secara rutin. Tetapi semua hal tersebut tidak pernah menghalanginya untuk terus menebar kebaikan dan kebajikan, karena dia tetap memegang prinsip bahwa jika melakukan sebuah kebaikan, maka suatu saat nanti dia akan mendapatkan pertolongan dari Tuhan yang tidak pernah dia duga datangnya.
Saat pemuda ini menjalani kehidupannya sebagai seorang mahasiswa rantau di Ibukota, dia menjalani berbagai macam pekerjaan untuk meringankan beban orangtuanya. Akan tetapi semua itu masih saja belum bisa memenuhi kebutuhannya di Ibukota. Pemuda ini tidak pernah menyerah untuk terus berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga bisa mencukupi kebutuhannya sebagai mahasiswa di Jakarta. Dia menjalani berbagai macam pekerjaan antara lain sebagai penjual pulsa seluler, penjual gorengan dan nasi uduk, penjual lulur, penjual masker wajah, penjual sepatu dan sandal, bahkan dia juga pernah menjalani pekerjaan sebagai tukang isi ulang air minum. Berbagai pekerjaan yang dia jalani tersebut tidak lain adalah untuk memenuhi kebutuhannya dan dia juga merasa risih jika harus selalu meminta kiriman uang dari orangtuanya.
Meskipun dia hidup dalam kekurangan, tetapi dia tidak segan untuk membantu teman-temannya yang membutuhkan. Dia terkadang meminjamkan sejumlah uang yang pemuda itu miliki kepada teman-temannya yang ingin membuka usaha atau yang sedang mengalami kesulitan secara finansial. Dia tidak pernah ragu untuk menolong orang lain. Dia juga rutin menyumbangkan darahnya untuk orang-orang yang membutuhkan. Dulu dia sempat diminta menghentikan kegiatan donor darah tersebut oleh ibunya karena pemuda ini pada awalnya sering sakit karena belum bisa menyesuaikan diri dengan kondisi tubuhnya setelah donor darah, akhirnya setelah beberapa kali donor darah dan meyakinkan ibunya bahwa apa yang dia lakukan semata-mata untuk menolong orang lain, dia melanjutkan kegiatan donor darah itu dan bahkan saat ini dia menyumbangkan darah setiap dua minggu sekali.
Ini merupakan sebuah kisah mengenai seorang pemuda yang diambil dari sebuah kisah nyata. Semoga bisa menjadi sebuah inspirasi bagi rekan-rekan pembaca sehingga rekan-rekan tidak segan untuk membantu orang lain yang mengalami kesulitan. Tuhan tidak pernah tidur, Dia tahu siapa saja yang berbuat baik. Sehingga dia tidak akan pernah salah dalam membantu orang.
Jakarta, 30 Juni 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar