Pertama
kali aku mengenal beliau adalah saat aku kelas 11 SMA dan aku sangat
menginginkan untuk bisa kuliah di UI saat lulus nanti. Aku mengenal beliau dari
kawan yang aku kenal saat aku mengikuti kegiatan Perkemahan Ilmiah Remaja
Nasional yang diadakan oleh LIPI di Jepara pada tahun 2007 silam. Awalnya aku
meminta tolong kepada temanku jika dia memiliki kenalan di UI agar dikenalkan
kepadaku supaya aku bisa menanyakan bagaimana prosedur untuk mendaftar di UI
dan bagaimana pula untuk bisa memperoleh beasiswa atau keringanan biaya
pendidikan selama kuliah. Akhirnya rekanku itu memperkenalkanku kepada sosok
dosen Fasilkom UI yang begitu hebat. Dia meminta agar aku merahasiakan nomor
yang dia berikan dan memintaku untuk tidak menyebarkan nomor telepon dosen UI
tersebut.
Setelah
aku memperoleh nomor telepon dosen UI tersebut dari Adam, aku langsung
menghubunginya. Awalnya aku hanya mengirimkan sms berupa perkenalan namaku, asal dan
tujuan menghubungi beliau. Beliau tidak memberikan respon langsung dan aku
mencoba bersabar saja menunggu jawaban karena mungkin beliau sedang sibuk.
Beberapa hari setelah itu, beliau menjawab pesanku dan bertanya dari siapa aku
memperoleh nomor telepon beliau. Aku menceritakan semuanya dan kemudian aku meminta
beliau agar mengirimkan brosur UI ke sekolahku agar bisa membangkitkan semangat
mereka yang ingin kuliah di UI. Selain itu, brosur tersebut aku gunakan untuk
lebih mengenal kampus UI. Karena dalam brosur tersebut terdapat informasi
mengenai sejarah UI dan berbagai macam fakultas yang ada didalamnya, semua
informasi tersebut tersaji dalam bahasa inggris. Selain mengirimkan brosur,
beliau juga memberikan sebuah memo agar aku semangat untuk belajar supaya bisa
diterima di UI sebagai mahasiswa S1 dan bertemu dengan beliau, melalui memo itu
juga aku baru mengetahui bahwa beliau menjabat sebagai Kasubdit Kesejahteraan
Mahasiswa UI, sebuah jabatan yang mengharuskan beliau untuk mengelola dan
menyaring semua beasiswa yang masuk untuk anak-anak UI. Melalui beliau juga aku
mengetahui bagaimana prosedur untuk masuk UI dengan biaya murah, terutama bagi
mahasiswa yang tidak mampu.
Setelah
2 tahun berlalu, akupun menyelesaikan pendidikan jenjang menengah atas dengan
baik, akupun meminta ijin untuk mendaftar kuliah di UI melalui jalur SPMB
Nusantara. Waktu itu, aku mengikuti tes di Surabaya dengan pilihan program
studi Psikologi dan Ilmu Komputer. Aku berusaha semaksimal mungkin agar aku
bisa diterima di kampus idamanku sejak dulu, akan tetapi saat pengumuman, aku tidak
menemukan namaku pada pengumuman tersebut yang berarti aku tidak lolos untuk
masuk UI melalui jalur ini. Sebelum SPMB diumumkan, aku sudah mendaftar juga
untuk jalur SNMPTN (tes) agar aku bisa tetap kuliah. Namun, kali ini aku
menyerah untuk memilih UI sebagai tujuanku, aku lebih memilih ITB untuk bidang
Kebumian, UNJ untuk bidang Bimbingan dan Konseling, serta Unijoyo untuk bidang
Ilmu Komunikasi. Entah keberuntungan seperti apa yang membuatku lolos dan
diterima di UNJ, sebuah kampus di Jakarta yang dahulu adalah FKIP UI, kemudian
berganti menjadi IKIP Jakarta dan menjadi UNJ sekarang. Rasa senang dan bangga
karena aku bisa diterima di PTN melalui jalur tes, terlebih aku diterima di
Jakarta sehingga aku lebih mudah untuk bertemu dengan Ibu Kasiyah, dosen
Fasilkom UI yang menjadi motivatorku untuk melanjutkan pendidikan.
Pada
bulan Agustus 2009, aku berangkat ke Jakarta untuk melakukan registrasi sebagai
mahasiswa baru di UNJ. Ketika itu, aku masih tinggal di rumah pamanku di daerah
Pamulang, Tangerang Selatan. Aku harus mempersiapkan semuanya dan memulai dari
awal karena aku baru berpindah dari Jawa Timur ke Jakarta. Aku juga mengatur
waktu agar aku bisa mengunjungi Ibu Kasiyah untuk bisa bertemu dengan beliau di
Kampus UI Depok. Akhirnya waktu tiba juga, saat akhir Agustus aku harus bertemu
dengan tetanggaku dari kampung di Depok yang dititipi uang oleh orangtuaku
untuk kebutuhanku selama mempersiapkan diri menjelang perkuliahan. Aku tidak
sia-siakan kesempatan itu untuk bertemu dengan Ibu Kasiyah di Bagian
Kemahasiswaan UI. Pertemuan pertama dengan beliau tidak berlangsung lama,
karena beliau juga masih sibuk dengan berbagai agenda yang harus diselesaikan.
Beliau menginginkan agar aku mendaftar untuk masuk UI lagi tahun selanjutnya,
tetapi itu terasa sangat berat karena aku sudah memutuskan untuk melanjutkan
studi di UNJ. Ketika bertemu dengan sosok yang selalu memberikan inspirasi dan
motivasi kepadaku ini, aku memanfaatkan waktu singkatku tersebut untuk bertanya
beberapa hal kepada beliau terkait kehidupan pribadi dan terkait UI juga.
Pertemuan sekitar 15 menit itu terasa sangat singkat dan sangat kurang rasanya
karena begitu nyaman bertemu dengan beliau yang sudah menganggapku seperti
anaknya sendiri. Sebelum berpamitan pulang, beliau memberikan dua buah buku
untuk aku baca dan agar menambah motivasiku selama kuliah di Jakarta.
Waktu
terus berjalan dan akupun semakin menikmati kehidupanku sebagai mahasiswa di
UNJ. Aku menyempatkan waktu untuk bertemu dengan Ibu Kasiyah untuk sekedar
men-charge energi positif dari beliau. Beliau adalah sosok dosen, sosok ibu,
sosok panutan bagi orang yang mengenalnya. Aku memang tidak begitu memahami
latar belakang keluarganya, akan tetapi aku selalu menemukan sosok ibu yang
begitu mengayomi anak-anaknya pada diri ibu kasiyah. Sampai saat ini, Ibu
Kasiyah selalu mendapatkan tempat tersendiri dihatiku, karena aku sudah
menganggap beliau seperti ibu sendiri. Bahkan, beliau juga sering membantu
kehidupanku selama di Jakarta. Jika aku mendapatkan kesulitan atau cobaan kehidupan,
beliau selalu menguatkanku melalui SMS atau perkataannya yang sangat
menginspirasi. Aku juga selalu beliau dorong agar segera menyelesaikan
pendidikan S1 dan berlanjut untuk menempuh S2 seperti yang beliau harapkan. Aku
juga termotivasi untuk bisa melanjutkan S2 di Kanada juga karena beliau
merupakan lulusan dari Kanada pula, yaitu dari salah satu kampus di Vancouver,
British Columbia.
#30HariMenulisSuratCinta #HariKeenam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar